Sesuai Nawacita, Bahan Bakar Pelet Kayu Mendorong Pembangunan di Daerah

Sesuai Nawacita, Bahan Bakar Pelet Kayu Mendorong Pembangunan di Daerah

Industri pelet kayu (wood pellet) sebagai bahan daya baru dan terbarukan (EBT) di Subang, Jawa Barat, kudu tetap dikembangkan. Bahan bakar pelet kayu sejalan dengan program Nawacita Presiden Joko Widodo (Jokowi), khususnya butir ke 3, yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

Demikian dikemukakan Haruki Agustina, Direktur Pemulihan Kontaminasi dan Tanggap Darurat Limbah Bahan Berbahaya Beracun terhadap Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di sela-sela meninjau pabrik pelet kayu PT Gemilang MS di Desa PadaAsih, Subang, Jawa Barat, Jumat (31/1/2020).

Selain ke pabrik pelet kayu, Haruki Agustina beserta rombongan KLHK, terhitung jajaran Kementerian ESDM Ditjen EBTKE Direktorat Bioenergi, serta perwakilan PT Energy Management Indonesia (EMI) meninjau pabrik kayu yang memakai pelet kayu sebagai bahan bakar.

Menurut Haruki, bisnis kecil dan menengah (UKM) pelet kayu di Subang ini cocok untuk membangun ekonomi perdesaan sebab punya sumber bahan baku di kira-kira desa sekaligus menyerap tenaga kerja lokal wood pellet manufacturers .

“Dalam konteks lingkungan hidup pun, pelet kayu terhitung bagus sebab berasal dari bahan baku kayu dengan proses pembakaran yang bersih atau tidak mengakibatkan polusi. Pelet kayu terhitung masuk dalam kategori daya baru terbarukan (EBT), suatu daya alternatif untuk mengganti daya berbahan bakar fosil yang secara bertahap kudu menjadi kita tinggalkan,” jelasnya.

Memandang lebih luas, Haruki menilai, industri pelet kayu tidak cuma cocok untuk skala kecil di desa. Pelet kayu bisa dikembangkan dalam skala nasional dengan fungsi ekonomi lebih massif dan signifikan. Ia mengatakan tiap tiap kota punya taman-taman kota dengan berbagai tanaman atau pohon di dalamnya.

Nah, taman-taman kota itu punya potensi limbah organik layaknya dahan atau ranting yang sepanjang ini cuma dibuang ke daerah pembuangan akhir (TPA) sampah. Dengan membangun pabrik pelet kayu, limbah organik yang berasal dari tanaman berikut tidak kudu dibuang ke TPA namun dimanfaatkan, disalurkan ke pabrik pelet kayu.

“Di DKI Jakarta misalnya, taman-taman kota yang ada bisa kita maintanance pohonnya di mana ada ranting-ranting dan dahan yang umumnya ditebang dan diibuang ke TPA, itu kan sayang. Padahal itu organic compound, ada nilai ekonominya kalau dimanfaatkan untuk bahan baku pelet kayu,” urai Haruki.

Selain memakai limbah organik taman kota, Pemda terhitung bisa membangun hutan industri penghasil kayu sebagai bahan baku pelet kayu tersebut.

“Biofuel ini oke, lebih gampang sumber bakunya ada di kira-kira atau renewable resources. Bangun hutan industri, maintenance rantingnya dan tinggal investasi mesin,” ujarnya.

Sementara dari segi masyarakat, rumah tangga atau warga terhitung kudu diedukasi untuk tidak menyingkirkan ranting. Mereka kudu diedukasi untuk melaksanakan pemilahan sampah organik khususnya yang berasal dari pohon.

“Kalau di rumah tangga pemilahannya jalan, masyakarat mengerti sesudah diedukasi, tetap pemerintahnya memfasilitasi jalan sudah,” sambungnya.

Haruki menambahkan, sebenarnya industri skala kecil berbasis desa untuk membangun ekonomi kerakyatan udah banyak infrastrukturnya di pemerintah. Artinya pemerintah udah sedia kan tools-tools nya, sekarang tinggal bagaimana sebabkan sebuah perencanaan untuk menghimpun antar kepentingan.

“Kalau berbicara industri kecil itu ada di Kementerian Perindustrian, berbicara daya itu di Kementerian ESDM, berbicara lingkungan ada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tentang desa ada Kementerian Desa itu seluruh dintegrasikan untuk membangun pola pembangunan industri skala kecil berbasis desa dengan memakai anggaran yang ada. Tinggal kita rela atau enggak. Ini sebenarnya mendorong Nawacitanya Pak Jokowi untuk membangun penduduk yang berkeadilan dan sejahtera,” katanya.

Haruki mengerti bahwa kewenangan KLHK terbatas. “Kami cuma membantu wilayah yang mempunyai persoalan masyarakatnya membakar limbah untuk bahan bakar. Itu kan tidak boleh, maka kita melacak alternatifnya. Nah pellet kayu ini merupakan keliru satu alternatif untuk daerah ini,” katanya

Oleh sebab itu, ia ulang mengutamakan bahwa kolaborasi, koordinasi lintas sektoral itu yang sangat mutlak untuk sebabkan program ini jadi massif.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inovasi Teknologi Pertanian di Jambi Hari Ini: Mendorong Kemandirian Petani

Mengoptimalkan CV Anda: Tips untuk Membuat CV yang Menonjol dan Menarik Perhatian Pemberi Kerja

Optimalisasi Pemilihan Sekolah dengan Memperhatikan Kualitas Guru